lebong  

Keluarga Besar Disparpora Lebong Mengucapkan Selamat Hari Lahirnya Pancasila

PORTAL LEBONG – Dengan apa Negara ini didirikan, apakah dengan senjata atau desakan perundingan?, Negara ini didirikan dengan perenungan yang dalam , Negara ini didirikan dengan belajar dari sejarah Negara lain, Negara ini didirikan dengan cara melihat bagaimana masyarakat Nusantara terbentuk dan menciptakan peradabannya sejak ribuan tahun silam.

Adalah Sukarno, yang merenung tentang grondslag atau dasar Negara. Sukarno merenung bagaimana masyarakat di Nusantara menciptakan relasi sosial sekaligus membentuk hubungan yang sakral antara Tuhan dan pengalaman batin manusia.

Di bawah pohon sukun, ditengah kesendiriannya Sukarno berpikir tentang sebuah bangsa, bagaimana bangsa itu menjalani sejarahnya kelak, bagaimana masyarakat di dalam bangsa itu menjadi manusia yang berbudaya, berperadaban tinggi, pendek kata “manusia merdeka” dalam arti yang sungguh. “Manusia Merdeka” adalah inti dari kemanusiaan, dalam manusia yang merdeka terdapat rasa cinta yang berdaulat, menghargai kehormatan dan hak orang lain, menghargai pendapat orang lain dan terlebih lagi, manusia merdeka adalah manusia yang mampu melihat bahwa seseorang tidak berdiri di atas satu kebenaran yang diyakininya kemudian kebenaran itu menjajah kemerdekaan orang lain. Setiap orang punya pengalaman atas keyakinannya.

Di tahun 1935, di tengah terasingnya Sukarno di Flores ia menyusun dalam notes kecilnya satu persatu uraian tentang bagaimana sebuah Negara harus hidup, lalu ia menggambarkan sebuah Negara dalam sebuah bentuk cetak biru, dimana susunan kayu-kayunya dan paku serta batu adalah filsafat yang digali dari narasi-narasi bijaksana, narasi yang menggulung awan diatas bumi penuh damai ini. Satu pandangan penting Sukarno dalam bernegara adalah “bagaimana Negara mampu menciptakan rasa aman bagi warga negaranya untuk beribadah”.

Ende, Flores bukan sekedar pengasingan bagi Sukarno, tapi juga pencerahan dirinya dalam menempatkan keberadaan pemikirannya tentang agama. Di satu sisi Sukarno terus menggali Islam secara total, selain itu ia melakukan surat menyurat dengan A Hassan, ulama besar dari Persis (Persatuan Islam), di Flores sendiri Sukarno juga tiap pagi sering ngobrol dengan pastur bouma dan pastur huijtink.

Perbincangan itu kemudian berkembang menjadi diskusi soal Negara impian Bung Karno. Pastur Bouma bertanya pada Sukarno “dimana tempat ibumu yang beragama Hindu itu dalam sebuah Negara dengan mayoritas beragama Islam” dan dimana “tempat kami kaum pastur katolik, di Negara merdeka yang ingin kau buatkan itu?”

Pertanyaan ini menghentak Bung Karno, ada kebhinekaan dalam sebuah masyarakat yang harus dikenyam dengan cara hati-hati, dan anyaman Negara merdeka itu tidak boleh menjadi pecah karena beda agama, beda keyakinan.

“Agama adalah penuntun hidup manusia, tapi jangan sampai menjadi alat untuk memperbolehkan kekerasan atas nama agama dan melawan kemanusiaan”. Sukarno terus merenung dibawah pohon sukun, ditemani semilir angin, dan gemerisik daun-daun di siang yang panas, pada tempat yang sepi.

Akhirnya Sukarno menemukan sebuah gagasan terpendam ketika ia mengantuk hebat.
Bangsa ini sudah mengenal banyak agama sejak ribuan tahun silam, candi-candi besar berdiri dan menjadi candi tercantik sedunia, rumah-rumah ibadah lain juga kemudian berdiri sebagai bagian melekat dari sejarah bangsa. Agama-agama di bangsa ini adalah kekayaan, dan harus digali bagaimana kekayaan batin itu meninggikan peradaban Indonesia merdeka kelak.

Galian itu kemudian menjadi sebuah susunan aksara : Bhinneka Tunggal Ika, “berbeda-beda tapi tetap satu juga” kesatuan itu adalah kemanusiaan, kesatuan itu adalah kesadaran, dan kesadaran dalam sebuah bangsa menjadi “rumah bersama tanpa saling menyakiti atas nama keyakinan” itu dasar pertama dalam bermasyarakat.

Di tahun 1945, di depan panitia kemerdekaan Sukarno menguraikan dasar filsafat itu dengan mata terang penuh keyakinan. Ia pidato seperti seorang aktor besar yang membentuk bangsa. Lalu terbentuklah Indonesia, sebagai rumah bersama dimana Pancasila adalah daya hidupnya.

Pancasila, Rumah Bersama itu rupanya kerap dijadikan alat politik, di masa Orde Baru Pancasila disakralkan sebagai barang suci kaum fasis sehingga namanya menjadi alat menekan kekuasaan, sementara di masa reformasi, Pancasila dimusuhi oleh mereka yang tidak ingin Pancasila hidup di tanah air ini.

Pada akhirnya sejarah akan membentuk alurnya sendiri, Pancasila yang dikatakan Sukarno bukanlah ideologi yang mencekok batin manusia, Pancasila itu kesadaran paling pertama manusia Indonesia, ketika Pancasila terusik, maka pengusiknya akan habis ditelan kemarahan bangsa ini.

Dan waktu yang menjawab, apakah kaum anti pancasila itu masih bisa bebas membawa pentungan di jalan-jalan sambil berteriak menyuarakan kebodohan atas nama agama…
SELAMAT MEMPERINGATI HARI LAHIR PANCASILA

(Sumber:Disparpora Kabupaten Lebong)

banner 728x90

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *