Carut-marut serta ketidakjelasan soal kegiatan BPMD tahun 2016 lalu itu membuat anggota komisi II DPRD kabupaten Mukomuko, Frengky Janas geram. Menurut Frengky, kala itu pihaknya pernah membahas hal itu, bahkan pernah mencuat ke permukaan, seiring berjalannya waktu malah jadi mentah.
Ironisnya, kata Frengky, pihak Dewan Mukomuko tidak pernah diberitahukan oleh penyelenggara waktu itu BPMD Mukomuko. Setelah mencuat dipermukaan, barulah pihaknya mengetahui. Selaku dewan ia sangat menyayangkan transparansi pihak penyelenggara.
Penilaian dia, ada beberapa desa yang terkesan mendapat tekanan dari pihak BPMD setempat, suka tidak suka harus mengikuti Bimtek tersebut, dan masing-masing desa diwajibkan menyetor Rp 30 juta untuk 4 orang peserta.
“ Secara pribadi, saya sangat setuju masalah Bimtek ini terungkap ke permukaan, karena azaz manfaatnya bagi Desa sampai saat ini belum jelas. Ada dua desa yang tidak mau mengikuti Bimtek, artinya desa tersebut perangkatnya sudah pintar,” tandas Frengky.
Ditegaskan, pihaknya berhak ikut campur tentang permasalahan anggaran dari pemerintah pusat itu yang dikelola masing-masing desa sekabupaten Mukomuko. Dilaksanakannya Bimtek oleh pihak Desa yang dipromtori oleh pihak BPMD semasa itu, seharusnya ada semacam payung hukumnya.
” Seharusnya ada payung hukum semacam Perbup, sehabis Bimtek itu malah terjadi peristiwa menghebohkan mencuat di publik, kita sangat menyayangkan pihak Pemkab, terkesan tidak transparan,” ujar dia.
Editor : Uj
Baca Juga :
Menguak Dana Bimdes Mukomuko, Kelebihan Hampir Rp 1,5M Raib ?