Kode Etik

KODE ETIK
JURNALISTIK
Kamis,
28 Juli 2011
Kemerdekaan berpendapat, berekspresi, dan pers adalah hak asasi manusia yang
dilindungi Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, dan Deklarasi Universal Hak Asasi
Manusia PBB. Kemerdekaan pers adalah sarana masyarakat untuk memperoleh
informasi dan berkomunikasi, guna memenuhi kebutuhan hakiki dan meningkatkan
kualitas kehidupan manusia. Dalam mewujudkan kemerdekaan pers itu, wartawan
Indonesia juga menyadari adanya kepentingan bangsa, tanggung jawab sosial,
keberagaman masyarakat, dan norma-norma agama.

Dalam melaksanakan fungsi, hak,
kewajiban dan peranannya, pers menghormati hak asasi setiap orang, karena itu
pers dituntut profesional dan terbuka untuk dikontrol oleh masyarakat.
Untuk menjamin kemerdekaan pers
dan memenuhi hak publik untuk memperoleh informasi yang benar, wartawan
Indonesia memerlukan landasan moral dan etika profesi sebagai pedoman
operasional dalam menjaga kepercayaan publik dan menegakkan integritas serta
profesionalisme. Atas dasar itu, wartawan Indonesia menetapkan dan menaati
Kode Etik Jurnalistik:
Pasal 1
Wartawan
Indonesia bersikap independen, menghasilkan berita yang akurat, berimbang,
dan tidak beritikad buruk.
Penafsiran
a.   
Independen
berarti memberitakan peristiwa atau fakta sesuai dengan suara hati nurani
tanpa campur tangan, paksaan, dan intervensi dari pihak lain termasuk pemilik
perusahaan pers.
b.   
Akurat
berarti dipercaya benar sesuai keadaan objektif ketika peristiwa terjadi.
c.   
Berimbang
berarti semua pihak mendapat kesempatan setara.
d.   
Tidak
beritikad buruk berarti tidak ada niat secara sengaja dan semata-mata untuk
menimbulkan kerugian pihak lain.
Pasal 2
Wartawan
Indonesia menempuh cara-cara yang profesional dalam melaksanakan tugas
jurnalistik.
Penafsiran
Cara-cara yang profesional adalah:
a.   
menunjukkan
identitas diri kepada narasumber;
b.   
menghormati
hak privasi;
c.   
tidak
menyuap;
d.   
menghasilkan
berita yang faktual dan jelas sumbernya;
e.   
rekayasa
pengambilan dan pemuatan atau penyiaran gambar, foto, suara dilengkapi dengan
keterangan tentang sumber dan ditampilkan secara berimbang;
f.    
menghormati
pengalaman traumatik narasumber dalam penyajian gambar, foto, suara;
g.   
tidak
melakukan plagiat, termasuk menyatakan hasil liputan wartawan lain sebagai
karya sendiri;
h.   
penggunaan
cara-cara tertentu dapat dipertimbangkan untuk peliputan berita investigasi
bagi kepentingan publik.
Pasal 3
Wartawan
Indonesia selalu menguji informasi, memberitakan secara berimbang, tidak
mencampurkan fakta dan opini yang menghakimi, serta menerapkan asas praduga
tak bersalah.
Penafsiran
a.   
Menguji
informasi berarti melakukan check and recheck tentang kebenaran
informasi itu.
b.   
Berimbang
adalah memberikan ruang atau waktu pemberitaan kepada masing-masing pihak
secara proporsional.
c.   
Opini
yang menghakimi adalah pendapat pribadi wartawan. Hal ini berbeda dengan
opini interpretatif, yaitu pendapat yang berupa interpretasi wartawan atas
fakta.
d.   
Asas
praduga tak bersalah adalah prinsip tidak menghakimi seseorang.
Pasal 4
Wartawan
Indonesia tidak membuat berita bohong, fitnah, sadis, dan cabul.
Penafsiran
a.   
Bohong
berarti sesuatu yang sudah diketahui sebelumnya oleh wartawan sebagai hal
yang tidak sesuai dengan fakta yang terjadi.
b.   
Fitnah
berarti tuduhan tanpa dasar yang dilakukan secara sengaja dengan niat buruk.
c.   
Sadis
berarti kejam dan tidak mengenal belas kasihan.
d.   
Cabul
berarti penggambaran tingkah laku secara erotis dengan foto, gambar, suara,
grafis atau tulisan yang semata-mata untuk membangkitkan nafsu birahi.
e.   
Dalam
penyiaran gambar dan suara dari arsip, wartawan mencantumkan waktu
pengambilan gambar dan suara.
Pasal 5
Wartawan
Indonesia tidak menyebutkan dan menyiarkan identitas korban kejahatan susila
dan tidak menyebutkan identitas anak yang menjadi pelaku kejahatan.
Penafsiran
a.   
Identitas
adalah semua data dan informasi yang menyangkut diri seseorang yang
memudahkan orang lain untuk melacak.
b.   
Anak
adalah seorang yang berusia kurang dari 16 tahun dan belum menikah.
Pasal 6
Wartawan
Indonesia tidak menyalahgunakan profesi dan tidak menerima suap.
Penafsiran
a.   
Menyalahgunakan
profesi adalah segala tindakan yang mengambil keuntungan pribadi atas
informasi yang diperoleh saat bertugas sebelum informasi tersebut menjadi
pengetahuan umum.
b.   
Suap
adalah segala pemberian dalam bentuk uang, benda atau fasilitas dari pihak
lain yang mempengaruhi independensi.
Pasal 7
Wartawan
Indonesia memiliki hak tolak untuk melindungi narasumber yang tidak bersedia
diketahui identitas maupun keberadaannya, menghargai ketentuan embargo,
informasi latar belakang, dan off the record sesuai dengan
kesepakatan.
Penafsiran
a.   
Hak
tolak adalak hak untuk tidak mengungkapkan identitas dan keberadaan
narasumber demi keamanan narasumber dan keluarganya.
b.   
Embargo
adalah penundaan pemuatan atau penyiaran berita sesuai dengan permintaan
narasumber.
c.   
Informasi
latar belakang adalah segala informasi atau data dari narasumber yang
disiarkan atau diberitakan tanpa menyebutkan narasumbernya.
d.   
Off
the record adalah segala informasi atau data dari narasumber yang tidak
boleh disiarkan atau diberitakan.
Pasal 8
Wartawan
Indonesia tidak menulis atau menyiarkan berita berdasarkan prasangka atau
diskriminasi terhadap seseorang atas dasar perbedaan suku, ras, warna kulit,
agama, jenis kelamin, dan bahasa serta tidak merendahkan martabat orang
lemah, miskin, sakit, cacat jiwa atau cacat jasmani.
Penafsiran
a.   
Prasangka
adalah anggapan yang kurang baik mengenai sesuatu sebelum mengetahui secara
jelas.
b.   
Diskriminasi
adalah pembedaan perlakuan.
Pasal 9
Wartawan
Indonesia menghormati hak narasumber tentang kehidupan pribadinya, kecuali
untuk kepentingan publik.
Penafsiran
a.   
Menghormati
hak narasumber adalah sikap menahan diri dan berhati-hati.
b.   
Kehidupan
pribadi adalah segala segi kehidupan seseorang dan keluarganya selain yang
terkait dengan kepentingan publik.
Pasal 10
Wartawan
Indonesia segera mencabut, meralat, dan memperbaiki berita yang keliru dan tidak
akurat disertai dengan permintaan maaf kepada pembaca, pendengar, dan atau
pemirsa.
Penafsiran
a.   
Segera
berarti tindakan dalam waktu secepat mungkin, baik karena ada maupun tidak
ada teguran dari pihak luar.
b.   
Permintaan
maaf disampaikan apabila kesalahan terkait dengan substansi pokok.
Pasal 11
Wartawan
Indonesia melayani hak jawab dan hak koreksi secara proporsional.
Penafsiran
a.   
Hak
jawab adalah hak seseorang atau sekelompok orang untuk memberikan tanggapan
atau sanggahan terhadap pemberitaan berupa fakta yang merugikan nama baiknya.
b.   
Hak
koreksi adalah hak setiap orang untuk membetulkan kekeliruan informasi yang
diberitakan oleh pers, baik tentang dirinya maupun tentang orang lain.
c.   
Proporsional
berarti setara dengan bagian berita yang perlu diperbaiki.
Penilaian
akhir atas pelanggaran kode etik jurnalistik dilakukan Dewan Pers. Sanksi
atas pelanggaran kode etik jurnalistik dilakukan oleh organisasi wartawan dan
atau perusahaan pers.
Jakarta,
Selasa, 14 Maret 2006
(Kode Etik Jurnalistik ditetapkan Dewan Pers melalui
Peraturan Dewan Pers Nomor: 6/Peraturan-DP/V/2008 Tentang
Pengesahan Surat Keputusan Dewan Pers Nomor 03/SK-DP/III/2006 tentang Kode
Etik Jurnalistik Sebagai Peraturan Dewan Pers)