Sawit Jadi Bom Waktu, Masyarakat Mesti Miliki Komoditi Penyeimbang

PEWARTA : DIA

JUMAT 13 JULI 2018

PORTAL MUKOMUKO – Tak dapat dipungkiri jika saat ini tanaman komoditas sawit di Kabupaten Mukomuko menjadi andalan bagi masyarakatnya. Jika dihitung, jumlah lahan perkebunan sawit mulai dari milik masyarakat dan milik perusahaan mencapai 70 sampai 80 persen. Dan itu menjadi bom waktu merosotnya ekonomi masyarakat saat nilai jual komoditi sawit turun drastis. Seperti yang dirasakan seluruh masyarakat, khususnya di Kabupaten Mukomuko saat ini. Bahkan, beberapa tahun lalu, harga sawit sempat terjun bebas di angka Rp 300 per-Kg.

Mengatasi permasalahan itu, Pemkab Mukomuko dan dinas terkait mesti berpikir panjang. Masyarakat diharapkan kedepan tidak memperluas lahan kebun sawit. Solusinya yakni dengan membuat lahan dengan jenis tanaman komoditi yang berbeda sebagai penyeimbang. Tujuannya, saat harga sawit turun, ekonomi masyarakat masih stabil lantaran masih ada komoditi lain yang diandalkan. Salah satu contoh, tanaman palawija atau yang lainnya. Termasuk program cetak sawah baru pemerintah yang mesti mendapat dukungan masyarakat. Pemkab Mukomuko juga mesti membuat rencana dan gagasan kedepan untuk mengantisipasi setiap permasalahan yang akan timbul dari komoditi sawit tersebut.

”Jauh-jauh hari, bahkan beberapa tahun yang lali, kami selaku pemerhati pernah melakukan pembahasan mengenai sawit di Kabupaten Mukomuko. Sebelumnya, masyarakat banyak menanam jenis tanaman komoditi yang bervariasi seperti kopi, nilam, lada, kelapa dan tanaman palawija yang lainnya. Dan meski harganya terbilang standar, namun kondisi ekonomi masyarakat berjalan stabil. Setelah, semuanya berganti sawit, itu yang menjadi bom waktu. Semua terfokus dan seolah-olah tidak memikirkan dampak yang bakal ditimbulkan nantinya. Dan terbukti, saat harga sawit turun, seluruh masyarakat menjerit dan ekonomi menurun drastis. Kita berharap ada terobosan lain dengan mengembangkan tanaman komoditi penyeimbang. Kami juga mendukung program cetak sawah baru dari tanaman sawit menjadi persawahan. Kedepan, mesti ada program-program lainnya,” ungkap Musfar Rusli, Tokoh Masyarakat Mukomuko dan juga Pemerhati Lingkungan.

Ditambahkannya, selain solusi mengatasi permasalahan tersebut, Musfar juga mengharapkan agar masalah harga sawit juga menjadi bahan pemikiran Pemkab Mukomuko. Perusahaan dan pengumpul mesti mengikuti aturan-aturan yang telah ditetapkan. Saat ini, pemerintah telah menetapkan harga sawit Rp 1.200 per-Kg, namun belum banyak perusahaan pabrik pengolahan CPO yang menerapkannya.

”Kita selaku pemerhati hanya memberikan masukan dan saran saja. Kalau soal penerapan harga sawit, kita harapkan memang benar-benar diikuti seluruh pabrik. Kita miris sekali sampai ada pabrik yang menyetop pembelian sawit dan banyak yang belum menerapkan harga standar. Memang kita akui bersama, ini masalah yang manyangkut seluruh wilayah. Namun pasti ada solusi terbaiknya. Jika semuanya berjalan, kita yakin mayarakat Kabupaten Mukomuko khususnya akan sejahtera dan pembangunan pun berjalan dengan baik,” pungkas Musfar.

banner 728x90

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *