PEWARTA : RAI SAPUTRA
MINGGU 22 OKTOBER 2017
PORTAL KAUR – Sehubungan dengan pelimpahan berkas perkara Kejaksaan Negeri Kaur tanggal 28 September 2017 Nomor B-878N.7.16/Epp.2/09/2017, atas nama terdakwa Budisyah Gunawan, S.Sos., M.Si., Bin Prihono, Ketua Pengadilan Negeri Bintuhan telah mengeluarkan Penetapan Nomor 54/Pen.Pid/2017/PNBhn tanggal 28 September 2017.
Dalam penetapan tersebut Ketua Pengadilan Negeri Bintuhan berpendapat bahwa penerapan Surat Dakwaan Jaksa Penuntut Umum Kesatu Pasal 368 Ayat (1) juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP atau Kedua Pasal 368 Ayat (1) juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-2 KUHP terhadap Terdakwa dinilai tidaklah tepat, yang mana seharusnya diterapkan Pasal 12 huruf e Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,
Hal tersebut dikarenakan uraian tindak pidana yang didakwakan mempunyai keterkaitan dengan pekerjaan Terdakwa sebagai Pegawai Negeri atau Penyelenggara Negara yang dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, atau dengan menyalahgunakan kekuasaannya memaksa seseorang memberikan sesuatu, membayar atau menerima pembayaran dengan potongan atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri.
Selanjutnya jika suatu perbuatan masuk dalam lebih dari satu aturan pidana, maka yang dikenakan hanya salah satu diantara aturan-aturan tersebut, jika berbeda-beda yang dikenakan yang memuat ancaman pidana pokok yang paling berat dan/atau jika suatu perbuatan masuk dalam suatu aturan pidana umum, diatur pula dalam aturan pidana khusus, maka hanya yang khusus lah yang diterapkan sebagaimana dalam ketentuan Pasal 63 KUHP.
Disamping itu dalam Pasal 12 huruf e Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi merupakan aturan pidana yang bersifat khusus dan memuat ancaman pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat empat tahun serta pidana denda paling banyak satu milyar rupiah.
Sedangkan Pasal 368 Ayat (1) KUHP merupakan aturan pidana umum dan ancaman pidana pokok yang lebih ringan yaitu paling lama sembilan tahun penjara, sehingga Ketua Pengadilan Negeri Bintuhan melalui penetapan tersebut menyatakan bahwa Pengadilan Negeri Bintuhan tidak berwenang mengadili perkara Terdakwa dan menyerahkan kembali berkas perkara tersebut kepada Kejaksaan Negeri Kaur untuk diajukan dengan aturan pidana khusus.
Terhadap penetapan tersebut Jaksa Penuntut Umum telah mengajukan perlawanan, yang mana terdapat beberapa alasan keberatan, sebagai berikut: 1. Penerapan Pasal 368 KUHP di dalam surat dakwaan berdasarkan hasil pemeriksaan penyidikan; 2. Pasal 148 KUHAP mengatur mengenai kompetensi relatif; 3. Asas Peradilan dilakukan secara sederhana, cepat dan biaya ringan.
Dan terhadap Penetapan Ketua Pengadilan Negeri Bintuhan serta Keberatan Jaksa Penuntut Umum, Pengadilan Tinggi Bengkulu melalui Penetapan Nomor 1/Pid.Plw/2017/PTBgl tanggal 18 Oktober 2017 berpendapat bahwa mengenai keberatan pada angka 1 DIRRESKRIMUM Polda Bengkulu telah memerintahkan Penyidik untuk melakukan penyidikan serta tindakan Kepolisian lainnya dalam dugaan tindak pidana Pegawai Negeri / Penyelenggara Negara yang menyalahgunakan kekuasaannya.
Dalam Pasal 12 huruf e Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi di Wilayah Hukum Polda Bengkulu dan selanjutnya dikeluarkan Surat Perintah Peangkapan, Surat Perintah Penahanan, Surat Perintah Penggeledahan.
Yang diikuti dengan Penetapan Persetujuan Penggeledahan dan Surat Perintah Penyitaan yang diikuti dengan Penetapan Persetujuan Penyitaan dari Wakil Ketua Pengadilan Negeri Bintuhan yang kesemua tindakan tersebut didasarkan pada Pasal 12 huruf e Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Selanjutnya dasar pemeriksaan saksi-saksi dan Terdakwa kemudian diarahkan penyidik kepada dugaan Terdakwa melakukan tindak pidana dalam Pasal 368 Ayat (1) KUHP juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 dan ke-2 KUHP, dengan demikian menurut Pengadilan Tinggi tidak tepat hal itu dijadikan alasan Jaksa Penuntut Umum untuk mengajukan Terdakwa ke persidangan.
Karena dari hasil penyidikan telah terungkap cara, Tempat dan waktu Terdakwa melakukan perbuatannya dan kemudian dihubungkan dengan pekerjaan Terdakwa sebagai Pengawai Negeri Sipil yang mempunyai aturan pidana khusus sehingga seharusnya sesuai ketentuan yang berlaku Terdakwa harus diajukan ke persidangan.
Dengan dakwaan sebagaimana Pasal 12 huruf e Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang diadili oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Bengkulu dan keberatan pada angka 1 tidak beralasan hukum.
Tentang keberatan pada angka 2 Pengadilan Tinggi berpendapat lebih jauh dimana aturan tersebut dapat pula diartikan mengatur tentang kompetensi absolut, karena setelah menerima surat pelimpahan perkara dari Penuntut Umum.
Ketua Pengadilan mempelajari apakah perkara itu termasuk kewenangan pengadilan yang dipimpinnya sesuai dengan ketentuan Pasal 147 KUHAP, dan oleh karena perkara tersebut menyangkut dalam kompetensi absolut maka menurut Pengadilan Tinggi hal tersebut juga harus diatur.
Sehingga sikap Ketua Pengadilan Negeri Bintuhan yang mengeluarkan penetapan adalah sudah tepat sehingga keberatan pada angka 2 juga tidak beralasan hukum.
Tentang keberatan pada angka 3 tidaklah tepat karena adanya ketentuan yang bersifat mengikat sebagaimana diatur Pasal 63 Ayat (2) KUHP yang berbunyi ”Jika suatu perbuatan masuk dalam ketentuan pidana umum dan diatur pula dalam ketentuan pidana khusus maka ketentuan pidana khusus itulah yang diterapkan”,
Dimana ketentuan tersebut adalah merupakan pelaksanaan asas Lex Specialis derogat legi generali yang berarti undang-undang khusus meniadakan undang-undang umum sehingga keberatan pada angka 3 tidak beralasan hukum.
Atas dasar pertimbangan-pertimbangan tersebut maka Pengadilan Tinggi Bengkulu menetapkan, sebagai berikut:
1. Menolak Perlawanan Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Negeri Kaur terhadap Penetapan Ketua Pengadilan Negeri Bintuhan.
2. Menguatkan Penetapan Ketua Pengadilan Negeri Bintuhan Nomor 54/Pen.Pid/2017/PNBhn tanggal 28 September 2017.
3. Memerintahkan Panitera Pengadilan Tinggi Bengkulu segera mengirimkan kembali berkas perkara pidana atas nama terdakwa Budisyah Gunawan, S.Sos., M.Si., Bin Prihono ke Pengadilan Negeri Bintuhan.
4. Memerintahkan Panitera Pengadilan Tinggi Bengkulu mengirimkan salinan / turunan Penetapan ini kepada Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Negeri Kaur.
Untuk informasi lebih lanjut, dapat menghubungi:
Erif Erlangga, S.H. Hubungan Masyarakat Pengadilan Negeri Bintuhan (0739) 6180-034
Post Views: 140