PEWARTA : RUDHY M FADHEL
PORTAL LEBONG – UU Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan menyatakan bahwa kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Setiap orang berhak atas kesehatan.
Dengan berlatar belakang pada hal tersebut diatas yang menjadi pertimbangan disahkannya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan bahwa kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pancasila dan Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
- Bahwa setiap kegiatan dalam upaya untuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya dilaksanakan berdasarkan prinsip nondiskriminatif, partisipatif, dan berkelanjutan dalam rangka pembentukan sumber daya manusia Indonesia, serta peningkatan ketahanan dan daya saing bangsa bagi pembangunan nasional;
- Bahwa setiap hal yang menyebabkan terjadinya gangguan kesehatan pada masyarakat Indonesia akan menimbulkan kerugian ekonomi yang besar bagi negara, dan setiap upaya peningkatan derajat kesehatan masyarakat juga berarti investasi bagi pembangunan negara;
- Bahwa setiap upaya pembangunan harus dilandasi dengan wawasan kesehatan dalam arti pembangunan nasional harus memperhatikan kesehatan masyarakat dan merupakan tanggung jawab semua pihak baik Pemerintah maupun masyarakat;
- bahwa Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan, tuntutan, dan kebutuhan hukum dalam masyarakat sehingga perlu dicabut dan diganti dengan Undang- Undang tentang Kesehatan yang baru;
- bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, dan huruf e perlu membentuk Undang-Undang tentang Kesehatan;
Dengan pertimbangan itu, Pemerintah Kabupaten Lebong melalui Dinas Kesehatan dan Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) RSUD Lebong ternyata selama ini telah memiliki bebrapa dokter spesialis yang diantaranya adalah Dokter Spesialis Forensik. Dimana kespesialisannya dianggap langka untuk sebuah kabupaten seperti kabupaten Lebong Provinsi Bengkulu.
Tidak banyak masyarakat Kabupaten Lebong Provinsi Bengkulu yang mengetahui jika RSUD Kabupaten Lebong telah memiliki dokter spesialis forensik.
Berdasarkan hasil penelusuran awak media ini, ketidak tahuan masyarakat atas adanya dokter spesialis forensik di RSUD Kabupaten Lebong diantaranya disebabkan karena tingkat kehadiran dokter dimaksud di RSUD Lebong sangat minim.
Dari sumber yang enggan disebutkan namanya, minimnya kehadiran dokter dimaksud dikarenakan karena ketidakadaan fasilitas bagi oknum dokter berinisial RW dalam melaksanakan tugas dan pekerjaan sesuai dengan kespesialisannya, yaitu Instalasi Forensik dan Medikolegal dan fasilitas pendukung lainnya.
Terkuaknya hal ini berawal dari beredarnya surat panggilan 1 dengan nomor 800/252/RSUD/V/2020 yang ditanda tangani oleh Direktur RSUD Lebong, dr. Ari Afriawan yang ditujukan kepada okknum dokter spesialis forensik, RW.
Terkait hal ini juga beredar isu adanya ketidak harmonisan hubungan kerja antara managemen RSUD dengan oknum dokter itu. Dan diduga hal ini sudah berjalan bertahun tahun.
Dikonfirmasi oleh awak media ini, terkait dengan beredarnya surat panggilan 1 terhadap dokter spesialis forensik, melalui pesan seluler Direktur RSUD Lebong, Ari afriawan menyampaikan bahwa :
“Tidak perlu dikonfirmasikan dulu, karena ini termasuk upaya pembinaan. Kalau boleh tahu dapat surat ini dari siapa? (tanya Ari balik kepada awak media ini. Dan dijawab oleh awak media ini bahwa surat tersebut didapat dari dari salah satu sumber berita yang ada).
“Apa yang perlu dikonfirmasi sebab ini surat termasuk upaya pembinaan kami. Karena yang bersangkutan tidak melaksanakan tugas sudah sekian hari. Kami tidak bisa melimpahkan ke inspektorat jika kami belum melakukan pembinaan di unit organisasi. Saya rasa ini adalah hal yang wajar dilakukan di unit organisasi sesuai dengan UU ASN dan PP 53.Tentunya salah di kami apabila kami tidak melakukan pembinaan,” kata Ari Afriawan.
Akan tetapi saat ditanyakan pasal-pasal yang diduga telah dilanggar oleh oknum dokter spesialis dimaksud, Ari menyampaikan.
”Sudah jelas itu pak, UU ASN pasal 5 dan PP 53 pasal 8-9 dan 10. Kalau yang bersangkutan ada itikad baik, kami akan lakukan pembinaan. Jika tidak ada itikad baik, maka kami teruskan kepada Inspektorat dan BKPSDM karena mereka yang punya wewenang untuk menetukan hukuman disiplin bagi pegawai yang melanggar,” imbuhnya.
Sementara Kepala Badan Kepegawaian Pemberdayaaan Sumber Daya Manusia (BKPSDM) Kabupaten Lebong melalui Sekretaris BKPSDM, Nela Mustarani saat dikonfirmasi dan dimintai tanggapan terkait adanya surat pemanggilan terhadap oknum dokter spesialis forensik yang nota bene adalah ASN Kabupaten Lebong menyampaikan bahwa yang mengeluarkan surat dimaksud adalah unit tempat kerja yang bersangkutan. Karena berdasarkan PP 53 2010 tentang disiplin pegawai bahwa teguran disiplin pegawai dimulai dengan berjenjang dari tempat kerja masing– masing.
Kemudian untuk diproses pemberian sangsi juga berdasarkan PP 11 tahun 2017 tentang managemen PNS bahwa disebutkan juga mengenai kedisiplinan perubahan PP 11 menjadi PP 17 tahun 2020.
Sementara itu, hingga berita ini ditayangkan, awak media belum dapat mengkonfirmasi secara langsung oknum dokter yang dimaksud.