PEWARTA : RUDHY M FADHEL
PORTAL LEBONG – Terkait isu tak sedap yang kembali terjadi di lingkungan RSUD Kabupaten Lebong dengan adanya dugaan oknum pegawai RSUD melakukan kutipan biaya rapid test terhadap pasien sebesar Rp 250 ribu, sementara alat rapid test yang digunakan tersebut bersumber dari bantuan pemerintah pusat yang sejatinya tidak untuk diperjualbelikan sebagaimana diberitakan oleh media ini beberapa hari lalu mulai mendapat tanggapan.
Dimana hari ini seyogyanya awak media ini dijadwalkan untuk wawancarai Direktur RSUD Lebong, dr. Ari Afriawan. Pada saat itu, belum memberikan jawaban lantaran sedang mengikuti rapat denga UPP Tim Saber Pungli Provinsi di ruang Rapat Kantor Inspektorat Kabupaten Lebong.
Selang beberapa waktu awak media dengan beberapa awak media lainnya yang berniat menuju ke lokasi rapat. Akan tetapi setibanya di lokasi sang Direktur sudah berada di dalam kendaraannya untuk meninggalkan lokasi rapat walaupun rapat masih sedang berjalan. Dengan memberikan alasan ada kepentingan lain direktur RSUD menyampaikan akan kembali lagi dan akan segera menghubungi awak media .
Akan tetapi seiring waktu berjalan hingga rapat usai dan jam kantor pun sudah selesai namun sang direktur tak kunjung datang sebagaimana yang dijanjikan. Tepat jam 15.40 WIB setelah dihubungi kembali melalui pesan seluler Direktur RSUD Lebong memberikan jawaban bahwa dia baru saja pulang dari menghadap Bupati.
“Sebentar pak…saya ni baru pulang tadi menghadap pak Bup,” ungkapnya.
Ditanyakan kembali terkait isu yang ada dan terjadi di lingkungan RSUD tentang adanya kutipan sejumlah uang oleh oknum petugas RSUD terhadap pasien diduga Covid-19 Direktur RSUD memberikan tanggapan sebagai berikut:
“Ini tanggapan saya pak…
1. Yang diperiksa adalah benar pasien RSUD
2. Sampai saat ini RSUD tidak pernah mengeluarkan ketentuan mengenai biaya pemeriksaan rapid test.
3. Alat rapid test adalah bantuan dari pemerintah
4. RSUD mempunyai protokol dalam menangani covid-19 yakni semua pasien yang dicurigai memiliki gejala covid harus dilakukan pemeriksaan rapid. Ini juga salah satu upaya dalam perlindungan petugas kesehatan. Karena bisa dilihat di daerah lain orang yang sehat saja wajib rapid apabila mau berpergian. Apalagi orang yang sakit di RS karena kita tidak ingin penularan terjadi dari OTG.
5. Pada saat petugas melakukan pemeriksaan tanggal 15 Mei adalah murni ketidaktahuan petugas karena menurut anggapan petugas pemeriksaan tersebut ada biaya, sama seperti pemeriksaan sebelumnya.
Menyikapi hal itu, Inspektur Inspektorat Kabupaten Lebong, Jauhari Candra, mengatakan, pihaknya telah memanggil Direktur dan manajemen RSUD untuk dimintai klarifikasi. Hasil klarifikasi, direktur mengaku terjadi miss komunikasi di internal RSUD terkait mekanisme biaya rapid test. Direktur juga mengaku dugaan pungutan yang terjadi itu memang benar dilakukan oleh oknum pegawainya tapi bukan atas perintahnya.
“Kita sudah panggil Dirut dan manajemen RSUD, dia sudah mengakui apa yang dilakukan pegawainya. Dan dia berjanji akan menginstruksikan oknum tersebut untuk mengembalikan pungutan biaya rapid test yang dia ambil,” cerita Inspektur, Selasa (9/6).
Kabarnya, lanjut Inspektur, biaya rapid test yang dipungut kepada pasien juga sudah dikembalikan dan dibuktikan dengan berita acara.
“Salah satu dari pasien yang dikutip biaya rapid test kemarin sudah dikembalikan oleh oknum tersebut. Berita acaranya ada di kita. Kita akan melakukan pembinaan berjenjang, untuk oknum tersebut kita minta untuk dibina oleh Dirut,” beber Jauhari.
Di tempat yang sama seusai menghadir acara “Rapat Kerja Satgas Saber Pungli UPP Kabupaten Lebong Tahun 2020” Ketua Tim Saber Pungli UPP Kabupaten Lebong, Kompol. Sofianto, SH, mengaku telah memerintahkan pokja lidik untuk mencari kebenaran terkait isu yang berhembus dari RSUD itu.
“Saya baru tahu dari medsos, saya juga sudah instruksikan kepada pokja lidik untuk turun ke lapangan meninjau kebenaran dari informasi tersebut,” kata Sofianto selaku ketua Satgas Saber Pungli Lebong.
Lanjutnya, jika terbukti ada pelanggaran SOP dan ada indikasi pungli yang terjadi di RSUD tersebut, pihaknya akan melakukan penyelesaian secara persuasif. Menurutnya, tidak setiap perkara harus diselesaikan secara hukum tapi pihaknya akan mengedepankan penyelesaian secara persuasif dengan memberikan himbauan dan arahan agar tidak diulangi lagi.
“Tidak setiap perkara harus diselesaikan secara hukum, kalau bisa kita beri pembinaan kenapa harus melalui jalur hukum,” lanjutnya.
Ditanya apakah tindak yang dilakukan oleh oknum RSUD tersebut benar atau salah di mata hukum, dia belum bisa memastikan. Dia mengaku masih menunggu laporan dari pokja lidik.
“Rekan-rekan wartawan jangan memaksa saya untuk mengatakan itu benar atau salah. Yang pasti kami tidak diam saja, kita tunggu laporan dari pokja lidik,” tegasnya.
Perwakilan Tim Satgas Saber Pungli UPP Provinsi Bengkulu, AKBP. Nazwar, dikonfirmasi terkait perkara yang terjadi di RSUD Lebong, beliau dengan tegas mengatakan, kalau memang terbukti ada tindakan pungli, harus ditindak tegas. Sebesar apapun pungli atau korupsi yang dilakukan oleh siapa saja, apa lagi di suasana bencana Covid-19, harus dilakukan penegakan hukum.
“Ya, kalau memang terbukti dan peristiwanya berulangkali harus ditindak. Sebesar apapun pungli atau korupsi yang dilakukan harus dilakukan penegakan hukum biar ada efek jera,” ungkapnya.
Namun demikian, dirinya juga mengaku menyerahkan sepenuhnya kepada Tim Satgas Saber Pungli UPP Lebong. Kalau memang tidak begitu parah, bisa saja dilakukan pembinaan, tapi kalau sudah berulang kali dia menegaskan tidak ada ampun untuk pelakunya.
“Sepenuhnya kita serahkan kepada Tim Satgas Saber Pungli UPP Lebong. Kalau memang belum parah dan masih mungkin untuk dilakukan pembinaan, itu lebih baik. Tapi kalau sudah berulangkali maka harus ditindak tegas dan jangan kasih ampun,” pungkasnya