Potret Lambannya Tindakan Terhadap Dampak Bencana Banjir Lumpur Di Lebong

PEWARTA : YOFING DT 
RABU 28 FEBRUARI 2018 



PORTAL LEBONG – Ternyata bencana banjir lumpur Sungai Air Kotok di kawasan Sabo Desa Bungin Kecamatan Bingin Kuning Kabupaten Lebong belum ada SK status bencana yang diterbitkan oleh pemerintah daerah setempat.

Bupati Lebong Rosjonsyah saat meninjau lokasi pada Rabu (28/2) merasa terkejut melihat kondisi yang dialami oleh warga petani di desa itu. Disaksikan sendiri oleh Bupati, hampir setebal 2 meter material lumpur menutupi areal persawahan warga.

“Tolong Pak Damuji, segera buat SK bencana, biar Saya tandatangani supaya pihak BWS7 segera turun ke lokasi untuk melakukan tindakan normalisasi sawah-sawah warga yang kena dampak banjir lumpur,” tegur Bupati kepada Asisten II Sekdakab Lebong, di lokasi bencana Rabu (28/2).

Instruksi Bupati tersebut membuktikan bahwa selama tiga minggu ini belum ada SK bencana yang diterbitkan. Lantas bagaimana dengan pernyataan Kepala BPBD pada Senin (26/2) yang menyebutkan bahwa SK bencana telah dibuat oleh pihaknya.

Menurut Bupati, tindakan normalisasi areal persawahan tersebut membutuhkan waktu cukup lama dan tidak akan mudah selesai hanya dengan menggunakan alat berat berupa eksavator yang diperbantukan oleh PT PGE.

Bupati juga mengingatkan OPD terkait agar jangan lalai dan lamban dalam mengambil tindakan terhadap bencana yang terjadi di daerah itu. Sebab kata dia, masyarakat sangat membutuhkan perhatian dan tindakan segera dan nyata.

Sementara itu, menurut Dalmuji, draft SK bencana memang telah dibuat dan Kamis besok (1/3) baru akan disampaikan kepada Bupati untuk ditandatangani. Ketika ditanya soal dana sebesar Rp 10 milyar yang dikucurkan oleh BWS7, ia mengaku tidak mengetahuinya secara persis, hanya saja kata dia mungkin pada APBN-P yang realisasinya bulan juli 2018 mendatang.

Dengan demikian, maka wajar selama tiga minggu setelah bencana, belum ada tindakan apa-apa dari pihak BWS7. Untuk melakukan normalisasi selama 5 hari belakangan ini hanya mengandalkan alat dari PT PGE. Sedangkan pihak pemerintah daerah yakni 3 orang dari Dinas PUPR hanya selaku pemantau di lokasi.

Fakta yang terjadi di lapangan ini, akhirnya menimbulkan pertanyaan ditengah masyarakat. Apa yang dimaksud dengan kerjasama dikatakan oleh pemerintah daerah melalui Asisten II Dalmuji saat hearing bersama dewan beberapa hari lalu.

“Apa yang dimaksud dengan kerjasama ini pihak pemerintah daerah hanya selaku pemantau saja? Sementara yang bekerja alat PT PGE, dan yang menanggulangi soal konsumsi di lokasi saat ini  hanya sebatas kemapuan Kades Bungin,” ungkap salah seorang warga setempat.

Editor : Uj

banner 728x90

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *